Sabtu, 23 Mei 2009

Sebuah Keputusan


Terkadang dalam hidup tak selamanya kita bisa mengikuti alur kehidupan, terkadang pula kita tak bisa memenuhi apa yang harus dilakukan untuk mengikuti alur kehidupan itu sendiri. Ya beginilah dan begitulah, entah kenapa ide untuk menuangkan pikiran dalam sebuah artikel tak ada gairah dan tak berkembang dalam benak pikiran. Terakhir saya menulis artikel pada blog saya ini ketika saya masih bekerja di sebuah perusahaan di sudut ibukota atau mungkin di perbatasan ibukota bersama teman-teman saya ketika kuliah. Dengan perasaan kecewa dan keinginan penuh agar bisa terlepas dari rutinitas di sebuah perusahaan tersebut, mencoba berusaha dan tak lupa berdoa agar bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain. Koran, internet, kerabat, saudara, bahkan rekan saya berusaha mencari secuil informasi apakah ada lowongan pekerjaan yang sesuai dengan background edukasi dan skill pada diri ini. Interview dan psikotes, tatkala ada panggilan tersebut saya datang memenuhinya sampai harus membolos atau izin tidak bekerja.

Bulan Februari pun bertemu, perasaan senang dan sedih entah apa seharusnya yang ada dalam benak saya mendapatkan pekerjaan baru. Senang karena bisa terlepas dari rutinitas di kantor lama yang selama ini kian membuat diri terasa jenuh dan lelah karena jam kerja yang gila tak mengenal waktu, sedih harus meninggalkan rekan-rekan kerja dan sahabat-sahabat terbaik di perusahaan tsb. Sebuah keputusan yang terkadang hati dan pikiran ini penuh dengan kontroversi. Kontroversi ketika harus memulai hidup baru dan mencari kamar kosan sendiri, makan siang sendiri, dan memulai untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja, suasana kerja, dan terutama deskripsi pekerjaan itu sendiri memang kalau dipikir-pikir mendingan kerja di perusahaan sebelumnya tak perlu mencari kosan, makan siang sudah ada, deskripsi pekerjaan sudah dimengerti, lingkungan kerja sudah bisa dicermati, namun itulah sebuah keputusan. Terkadang sebuah keputusan yang terasa pahit, bisa dirasakan manis ke depannya jika kita memang termasuk orang yang optimis.

Hari demi hari, minggu demi minggu bahkan sudah memasuki hitungan bulan saya menjalani pekerjaan baru ini, sebuah pekerjaan yang dimana memang bagi orang awam seperti saya amatlah sulit. Sulit dimengerti, dimana perusahaan ini bergerak di bidang supplier valve, pipe & fitting dan dimana pula saya tak tahu sama sekali mengenai barang-barang apalagi spek2 produk yang dijual oleh perusahaan ini. Ya beginilah tugas Sales Support, seseorang yang dimana ditugaskan untuk membantu sang Sales dalam menjual barang. Menelpon perusahaan2, dan mengirimkan surat perkenalan ke perusahaan2 agar perusahaan yang saya tempati dikenal dan membuat surat penawaran berupa produk dan harganya agar ada perusahaan mau membeli produk perusahaan saya ini.

Memasuki bulan ketiga, entah kenapa hati dan pikiran merasa jenuh. Jenuh dengan rutinitas kantor, jenuh dengan proyek-proyek yang sedang saya urusi, ketika harus merangkap posisi ganda sebagai coordinator project pula, menanyakan harga suatu produk kepada principle di luar negeri dan tak lupa memfollow upnya, jenuh dengan lingkungan dan suasana kerja mulai terasa tak nyaman, yang kadang dalam diri ini sering beradu argument dengan rekan yang lain. Perasaan capek pun menyelimuti diri, ketika sebuah keputusan diambil tidak ngekos lagi agar bisa menghemat pengeluaran dana dengan menumpang dirumah kakak yang notabenenya walaupun kantor dan rumah kakak sama2 berada di ibukota tapi amatlah jauh dan lama perjalanannya.

Busway yang katanya solusi transportasi warga ibukota yang nyaman, aman dan cepat bagi saya yang tiap hari merasakannya hal itu bulk sheet belaka. Nyaman memang kalau penumpang lagi sepi dan bisa duduk tertidur dibawah hembusan ac, namun hal itu amatlah langka mendapatkannya jika terjadi di jam-jam sibuk terutama pada jam berangkat kerja di pagi hari dan jam pulang kerja di sore hari. Antrian penumpang yang semakin menumpuk dan begitu padat di salah satu halte tempat transit terasa membuat tubuh dan pikiran ini semakin berontak, gerah dan panasnya begitu terasa, nunggu adalah hal yang biasa karena armada busway tersebut kadang tidak ada. Serius ga sih pemerintah mau menyediakan armada transportasi tersebut???

Kembali ke persoalan hidup ini, sebuah keputusan yang dirasa bagi seseorang amatlah cerah namun dimata orang lain amatlah suram. Contohnya jika terbersit dalam benak mengambil keputusan mundur dari pekerjaan ini dan mencari pekerjaan lain karena merasa mungkin di tempat lain perasaan dan pikiran akan lebih cerah. Akan tetapi, dimata orang lain amatlah disayangkan jika ternyata sebuah keputusan mundur yang diambil amatlah disayangkan karena mau jadi apa nanti usia masih muda kalah sebelum berperang, karena masih banyak yang harus diraih dan dipelajari, contohnya mempelajari suatu bidang pekerjaan. Agar di suatu saat kelak, ilmu bidang pekerjaan yang telah kita kuasai tersebut berguna bagi nusa dan bangsa. Hahaha lebay…