Rabu, 21 Mei 2008

OPINI JOB


Sumber daya manusia berkualitas yang terampil dan berkemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam memasuki dunia kerja saat ini. Lapangan kerja yang sempit dan tingginya angka masyarakat usia produktif yang belum memiliki pekerjan kian membuat persaingan meraih peluang pekerjaan semakin ketat. Oleh karena itu, kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya kemampuan mengoperasikan komputer dan kemampuan berbahasa Inggris akan memudahkan seseorang meraih peluang pekerjaan yang penuh daya saing ini.

Tulisan yang anda baca di atas merupakan bagian dari penulisan laporan Praktek Industri saya beberapa saat yang lalu sebagai tugas akhir kelulusan, tepatnya pada Bab I. Pendahuluan, A. Latar Belakang Praktek Industri. Saya menuliskan hal demikian berdasarkan realita yang ada. Mana ada sih, perusahaan yang mau menerima seseorang untuk dijadikan sebagai karyawannya tidak berkualitas. Jika ada, mungkin itu sebuah keterpaksaan, takdir, factor nepotisme atau mungkin uang yang berbicara. Bayangkan saja tiap tahunnya di Indonesia usia produktif yang baru lulus dari bangku SMA bahkan sarjana selalu bertambah, dan itu bukan pada hitungan puluhan, ratusan, atau ribuan melainkan jutaan (JUTAAN). Iya, jutaan warga Indonesia yang siap bekerja harus siap menjadi pengangguran. Bagaimana tidak? Bertambahnya populasi usia produktif tidak diimbangi dengan bertambahnya lapangan kerja. Dari hasil survey yang pernah saya baca dari salah satu media cetak di Indonesia menyatakan bahwa kesempatan bekerja bagi seseorang itu 1:1000 (satu banding seribu) namun ada juga yang mengatakan 1:100 (satu banding seratus). Terserah anda mau memilih yang mana atau mungkin anda punya pendapat sendiri dengan sumber terpercaya yaitu 1:1000.000 (satu banding sejuta). Yang jelas apa artinya itu? mendapatkan pekerjaan bagi seseorang itu peluangnya sulit apalagi bagi seseorang yang tidak mempunyai keterampilan sama sekali atau masuk kategori SDM tidak berkualitas.

Beda halnya dengan SDM berkualitas yang mempunyai keterampilan dalam berbagai bidang. Misalnya bidang IPTEK, pada zaman era modernisasi yang sudah terkomputerisasi mereka (SDM Berkualitas) dengan mudahnya keluar masuk dan menolak menerima tawaran pekerjaan dari perusahaan yang membutuhkan skillnya. Hanya duduk di depan computer ditemani sejuknya AC, seseorang bisa dengan mudah melamar pekerjaan kebanyak perusahaan hanya dalam hitungan menit atau bisa juga sejam tanpa harus bercapek-capek berkeliling ke tiap perusahaan hanya untuk memberikan amplop coklat yang berisi surat lamaran, pas foto, CV, ijasah dan lain2 masih mending kalau ada lowongan itupun hanya sekedar menitipkan saja. Maksud dari tanpa harus bercapek-capek? Hanya dengan uang Rp 2500 atau Rp 4000, seseorang bisa menjelajahi dunia maya di Warnet (warung Internet) untuk mencari lowongan-lowongan pekerjaan dengan membrowsing situs-situs yang khusus berisi info lowongan pekerjaan atau bahkan ada yang lebih mudah, sewaktu-waktu email kita inboxnya akan penuh dengan lowongan2 pekerjaan. Dengan mengklik lowongan pekerjaan yang kita mau, acara melamar pekerjaan sudah kita laksanakan, Mudah Bukan?. Tapi tunggu dulu, mudah bagi orang yang sudah mengetahui namun sulit bagi orang yang belum mengetahui.

Oleh karena itu, pada kalimat terakhir pada paragraph pertama Bab Pendahuluan laporan saya mengapa berbunyi seperti itu? Karena sudah saya pikirkan sebelumnya memang kenyataannya seperti itu di lapangan yang saya temukan. Jika tidak, terserah anda because it is my opinion.
Dalam hitungan minggu atau mungkin sebulan lebih seseorang hanya tinggal menunggu panggilan dari perusahaan2 yang telah kita lamar lewat internet. Kemudian memenuhi panggilan perusahaan tersebut hanya untuk proses interview atau tes-tes tanpa harus menjelaskan maksud kedatangannya untuk melamar. Menolak dan menerima pekerjaan itulah jawaban yang akan dikeluarkan bagi sang pelamar, kebanyakan sih gitu? Yang pernah saya alami. Sebagai contoh mengapa saya menolak pekerjaan dari perusahaan yang saya lamar, karena tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan, bagaimana tidak? Mereka mau menggaji saya pada saat bulan ke-5 saya bekerja, itu artinya selama 5 bulan itu saya harus menyediakan dana yang besar untuk kebutuhan saya sehari-hari selama bekerja. Untuk ongkospun pas-pasan apalagi buat ngekos dan makan sehari-hari, karena hidup di Ibukota itu penuh dengan intrik.

Masalah sulitnya mencari lapangan pekerjaan, memang sudah lagu lama yang akan menjadi lagu baru yang dimodifikasi setiap tahunnya. Persebaran kemakmuran dalam hal ketersediaan lapangan pekerjaan yang tidak merata adalah alasan nyata, yang sering membuat seseorang tergoda untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar. Sebagai contoh, setiap kali saya membuka email saya, atau ketika membuka situs info lowongan kerja, Jakartalah yang mendominasi bahwa lowongan dari perusahaan2 itu berada di sana. Tak satu pun lowongan pekerjaan dari kota saya, Bogor tapi pernah sih ada cuman satu. Dan itu artinya yang salah itu siapa? Warga desa yang pergi ke kota (Jakarta) yang tiap tahunnya Jakarta dibanjiri para pendatang yang mengadu nasib dan berpikir Jakartalah surga pencari kerja atau perusahaan-perusahaan yang memang keinginan mereka mau membuka lapangan pekerjaan hanya di kota besar atau bahkan yang salah itu pemerintah yang lalai dalam hal persebaran kemakmuran, bukan hanya persebaran lapangan pekerjaan tetapi lalai dalam persebaran fasilitas2, sarana prasarana yang tidak dapat dirasakan masyarakat desa dan daerah.

Kita hanya bisa berharap dan berdoa semoga orang-orang yang pandai bersilat lidah tatkala mencalonkan dirinya sebagai pemimpin, baik itu pemimpin daerah dan pemimpin Negara pada saat kampanye, dengan mudahnya dan mulut manis memberikan janji muluk bahwa mereka AKAN menyediakan jutaan lapangan pekerjaan, pendidikan gratis, kesehatan gratis, apapun gratislah dan katanya dalam waktu dekat, semoga, semoga, dan semoga itu akan menjadi kenyataan. Memang hidup yang layak dan sekeliling kita sejahtera hanyalah sebuah mimpi dan angan belaka, dan memang untuk mendapatkan sebuah kesuksesan harus berawal dari mimpi tapi jangan menjadi pemimpi sejati. “Apa yang anda pikirkan menjadi kenyataan” Semoga pemimpin kita tidak zolim terhadap rakyatnya, suatu saat kelak. Tidak seperti sekarang ini, semua harga dinaik2kan dengan argument yang sangat meyakinkan disertai bukti nyata sehingga berefek jumlah warga miskin bertambah dan warga miskin bertambah miskin.
Tinggal kita instropeksi apakah setiap musibah yang menimpa negara ini apakah ujian, teguran, azab dari yang maha kuasa terhadap kita sebagai warga Indonesia, apakah terhadap pemimpin kita, dan apakah terhadap system yang dianut Negara kita???

Tulisan ini saya buat karena merupakan momen yang tepat sebagai bahan stimulasi agar kita peka terhadap kondisi sekeliling disaat masyarakat2 usia produktif sedang bersiap-siap mencari pekerjaan karena mereka telah lepas dari bangku pendidikan dan disaat momen PILKADA-PILKADA telah berlangsung, sedang berlangsung, dan akan berlangsung dimana ketika para kandidat sedang berbusa-busanya mulut mereka bersuara memberikan janji-janji mensejahterakan masyarakat pada saat kampanye karena saking banyaknya. Setelah itu terserah anda!!!
Tiada Kemuliaan tanpa Islam…

Tidak ada komentar: