Minggu, 07 September 2008

Ramadhan Kali ini...

Malam berganti siang, jarum jam hanya sekali berdetak tiap detik tapi tak terasa bulan yang dinantikan orang-orang yang mencari ridhoNya akan datang, Marhaban ya Ramadhan. Mohon maaf lahir dan bathin.

Tajamnya perkataan yang kian terucap, tak bersahabatnya raut wajah yang kian terlihat, angkuhnya jiwa raga dalam bersikap. Mengingat Ramadhan yang kian mendekat hanya kata maaf yang dapat kuucap.

Waktu mengalir bagaikan air, Ramadhan yang suci segera hadir, ada luka yang pernah terukir, ada khilaf yang sempat tergulir... Sucikan hati mohon maaf lahir dan bathin.

Gerbang maaf telah terbuka, bulan penuh rahmat di depan mata. Kebersihan hati telah menjadi sarana, saling memaafkan atas segala dosa, agar puasa lebih bermakna.

Jika lisan ini tak sempat tuk berucap, tangan tak sempat tuk berjabat, maka hanya dengan pesan kilat aku dapat berharap. Mohon dibukakan pintu maaf atas segala salah dan khilaf. Marhaban ya Syahru Ramadhan...

Dan masih banyak lagi...

Apa maksud dari tulisan-tulisan diatas? Insya Allah akhi ukhti sekalian tahu, namun bagi yang belum tahu saya akan memberitahukannya. Tulisan diatas merupakan lima dari belasan pesan dalam bentuk SMS yang ada di inbox hand phone saya yang datang dari rekan kerabat saudara, yang maknanya mereka mengucapkan permohonan maaf lahir bathin dalam menyambut bulan nan suci Ramadhan. Meskipun tak secara langsung bertemu dengan saudara tsb, sekedar SMS pun kan terasa senang di hati ternyata diri ini tidak hidup sendiri. Walaupun dalam realitanya, kita hidup bertetangga bahkan dalam satu rumah, masih saja ada orang yang merasa hidupnya sendiri terkesan menyepi entah apa masalahnya hal itu bisa terjadi.

Ramadhan kali ini... terus terang saja terasa beda, dalam arti beda tak biasanya saya menunaikan ibadah shaum (puasa) bersama dengan orang-orang yang paling saya cintai orang tua, adik, keluarga dan rekan, kerabat, saudara di lingkungan rumah di kota halaman kampung Gadog. Santap sahur Buka puasa bersama orang dicinta yang biasanya ditemani oleh acara hiburan televisi sekarang tak dirasakan, makan yang biasanya telah disediakan oleh ibu tercinta kini tidak lagi, akan tetapi bisa sih hal itu terasa walaupun hanya seminggu sekali atau dua kali. Tarawih dan Sholat wajib berjamaah di masjid sekitar rumah pun hanya bisa dilakukan ketika saya berada di rumah. Mengapa? Karena tuntutan karirlah yang menyebabkan saya tidak ada di rumah. Saya tinggal di sebuah rumah kontrakan di daerah ciputat bersama saudara-saudara satu kampus.

Ya begitulah... Ramadhan kali ini beda meskipun baru seminggu saya menjalaninya. Tarawih pertama dan sahur perdana dilakukan di lingkungan rumah, namun buka puasa perdana dilakukan di kantor tempat kerja saya. Di rumah atau di kantor sama aja sih, kita niatnya untuk ibadah, mendapat berkah, memohon ampunan, dan keselamatan di bulan suci Ramadhan ini. Sahur, alhamdulillah bisa dilakukan bersama 5 orang teman saya di mess, meskipun kenyataannya ada teman saya yang harus kerja malam. Jadi setelah dia sahur atau sholat subuh dia kembali ke tempat kerjanya. Meskipun kita makan nasi beserta lauknya di taruh di sebuah nampan dan dimakan bersama-sama, tetap kami syukuri agar syarat ibadah puasa kita diridhoi Allah SWT dan santap sahur kita mendapat keberkahan. Buka puasa, jika berada di rumah terkadang ada saja kegiatan ngabuburit, namun disini di ciputat ngabuburit tersebut saya habiskan di kantor sambil mengerjakan kewajiban saya. Setelah itu, tibalah waktu yang ditunggu setelah seharian berpuasa yaitu buka bersama.

Tilawah Al Qur’an dilantunkan sambil menunggu waktu maghrib di mushola kantor, walaupun hanya beberapa butir kurma terkadang seteguk air diminum untuk membatalkan puasa, pasti kuat kami melakukan sholat magrib. Setelah itu, barulah acara yang terkesan balas dendam namun sebenarnya tidak, kami makan dengan di awali appertizer lalu makan nasi beserta lauknya alangkah kenyangnya setelah itu. Canda gurau dihiasi bersama rekan-rekan karyawan yang lain sambil menikmati hidangan buka puasa. Sholat Isya dan tarawih yang biasa rutin dilakukan selama bulan Ramadhan, hanya saya yang merasa beda. Bagaimana tidak, teman satu mess saya melaksanakan sholat tarawih di mushola kantor. Namun, saya melaksanakan sholat tarawih tsb di sebuah masjid yang lumayan besar disekitar kantor.

Bukan maksud hal-hal furuiyah dipermasalahkan dan dibeda-bedakan, namun tiap-tiap muslim punyalah pemahaman tersendiri selama tidak melenceng apa yang sebenarnya diajarkan oleh Islam. Saya melaksanakan tarawih di masjid sedangkan teman yang lain melaksanakannya di mushola kantor, pastilah ada alasannya. Saya yang biasa tarawih 23 rakaat, pastilah ingin melaksanakan ibadah sesuai dengan pemahaman yang saya dapat dari guru ngaji. Sedangkan teman yang lain melaksanakan 11 rakaat. Terserah orang mau bicara apa, selama amal yang dilakukan muslim ada alasan dan gurunya tidak bertentangan dengan Islam, tidak apa-apa. Ya, selama ada tempat yaitu masjid jamaah yang melaksanakan sholat tarawih 23 rakaat ya saya ikuti. Disamping itu, saya merasa kalau sholat di masjid lebih terasa suasana malam Ramadhannya. Tua-muda, ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak, para pemuda pemudi tunduk sujud melaksanakan ibadah memohon ridho Allah SWT di malam bulan ampunan dan keberkahan.

Beberapa masalah sempat menghiasi diri ini dan diri yang lain, baik itu di kantor ataupun di mess. Namun, saya sadari kita hidup di dunia haruslah siap menghadapi masalah, jika tidak ingin menghadapi masalah jalan keluarnya ya jauhilah kehidupan atau tidak usah hidup. Sebagai contoh jika kita tidak mau mencium baunya selokan ya kita harus menjauhi selokan tsb. Apalagi di bulan suci ini, bulan pelatihan, bulan ujian, setiap masalah suatu saat pasti menghadang kita tapi tidak hanya di bulan suci melainkan dibulan yang lain.

Tidak ada komentar: